Jeritan Sang Manusia
Manusia tak berdaging
Seolah tinggal tulang berbalut kulit
Bola mata nya yang menonjol
Di atas cekungan sepasang pipi
Raut wajah yang memelas
Disertai perutnya yang besar dan buncit
Perlahan melangkahkan kaki jari jemari
Menopang beribu-ribu beban hidup
Menjerit dalam hatinya
Gertakan gigi dan rintihan jiwa
Mendengung dalam pancaran tubuh
Hanya hembusan nafas perih
Yang meyakinkan
Bahwa benar sesosok manusia
Manusia yang bernyawa
Siapa gerangan yang dapat mendengar
Jeritan tak bersuara
Di tengah gemerlap kacaunya dunia
Namun jangan salah
Jeritan tak bersuara
Bak bilah pedang
Akan menusuk hatimu
Hingga ke tempat yang paling dalam
Mencabik – cabik perasaan mu
Hingga memilukan hati
Namun, takkan mempan
Bagi hati yang keras
Keras seperti batu
Yang tenggelam di dasar samudera
Dengarlah hai semua manusia
Jeritan mereka
Dalam kerasnya kehidupan
Jeritan mereka
Dalam tiap langkah haus dan laparnya
Rintihan mereka
Dalam gelapnya malam
Coba bertahan dalam dinginnya malam
Menembus kulit, menusuk hingga tulang
Tanpa sandang tanpa papan
Hanya sehelai kain penutup badan
Mereka kesakitan
Bukan hanya satu hari, satu minggu
Melainkan bertahun-tahun lamanya
Sepanjang hidup bagi yang tak beruntung
Jangan anggap karena mereka malas
Tapi sadarlah manusia rakus
Tiada kesempatan bagi mereka
Karena kerasnya hatimu
Karena degilnya hatimu
Karena keegoisan nafsumu
Tiada kekuatan bagi mereka
Tuk menggenggam sebuah pilihan
Coba rasakan mereka
Tiada yang lebih indah bagi mereka
Selain bisa mengisi perut buncit
Dan menikmati tetesan air segar
Saat mereka tak lagi mampu melangkah
Mereka tau bahwa semua sia-sia
Saat mereka tak lagi mampu berdiri
Jiwa pun terguncang
Mereka pun menjerit keras
Tuk terakhir kalinya
Menghabiskan sisa nafas kehidupan
Di saat itulah
Semua jadi tiada berarti
Mereka hanya dapat berpasrah diri
Menatap senyum pada sang gagak
Yang telah setia menunggunya
Dan kini lihatlah,
Betapa lahapnya sang gagak
Menyantap mayat tergeletak
Manusia tak berdaging
Seolah tinggal tulang berbalut kulit
Bola mata nya yang menonjol
Di atas cekungan sepasang pipi
Raut wajah yang memelas
Disertai perutnya yang besar dan buncit
Perlahan melangkahkan kaki jari jemari
Menopang beribu-ribu beban hidup
Menjerit dalam hatinya
Gertakan gigi dan rintihan jiwa
Mendengung dalam pancaran tubuh
Hanya hembusan nafas perih
Yang meyakinkan
Bahwa benar sesosok manusia
Manusia yang bernyawa
Siapa gerangan yang dapat mendengar
Jeritan tak bersuara
Di tengah gemerlap kacaunya dunia
Namun jangan salah
Jeritan tak bersuara
Bak bilah pedang
Akan menusuk hatimu
Hingga ke tempat yang paling dalam
Mencabik – cabik perasaan mu
Hingga memilukan hati
Namun, takkan mempan
Bagi hati yang keras
Keras seperti batu
Yang tenggelam di dasar samudera
Dengarlah hai semua manusia
Jeritan mereka
Dalam kerasnya kehidupan
Jeritan mereka
Dalam tiap langkah haus dan laparnya
Rintihan mereka
Dalam gelapnya malam
Coba bertahan dalam dinginnya malam
Menembus kulit, menusuk hingga tulang
Tanpa sandang tanpa papan
Hanya sehelai kain penutup badan
Mereka kesakitan
Bukan hanya satu hari, satu minggu
Melainkan bertahun-tahun lamanya
Sepanjang hidup bagi yang tak beruntung
Jangan anggap karena mereka malas
Tapi sadarlah manusia rakus
Tiada kesempatan bagi mereka
Karena kerasnya hatimu
Karena degilnya hatimu
Karena keegoisan nafsumu
Tiada kekuatan bagi mereka
Tuk menggenggam sebuah pilihan
Coba rasakan mereka
Tiada yang lebih indah bagi mereka
Selain bisa mengisi perut buncit
Dan menikmati tetesan air segar
Saat mereka tak lagi mampu melangkah
Mereka tau bahwa semua sia-sia
Saat mereka tak lagi mampu berdiri
Jiwa pun terguncang
Mereka pun menjerit keras
Tuk terakhir kalinya
Menghabiskan sisa nafas kehidupan
Di saat itulah
Semua jadi tiada berarti
Mereka hanya dapat berpasrah diri
Menatap senyum pada sang gagak
Yang telah setia menunggunya
Dan kini lihatlah,
Betapa lahapnya sang gagak
Menyantap mayat tergeletak
Tidak ada komentar:
Posting Komentar